NIM : 1005112786
Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau
Pekanbaru
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Andaikata
tidak ada Lenin, barangkali pemikiran Karl Marx sekarang hanya teringat oleh
beberapa ahli filsafat dan sejarah ilmu ekonomi. Marx memang memikirkan
kondisi-kondisi penghancuran kapitalisme dalm revolusi sosialis, tetapi
Lenin-lah yang memikirkan bagaimana revolusi itu harus dipersiapkan. Lebih dari
itu. Sesudah selama 15 tahun digembleng oleh Lenin, kaum Bolshevik melaksanakan
revolusi itu. Lenin adalah pendiri Uni Soviet, Negara sosialis pertama didunia.
Hanya 30 tahun kemudian Uni Soviet sudah menjadi Negara adi kuasa kedua didunia
dan pusat sebuah gerakan yang kehadiranya menjadi tantangan di seluruh dunia.
Pada puncaknya komunisme berkuasa dalam 18 negara yang mencakup sepertiga umat
manusia.
Waktu
Komunisme Soviet ambruk, 74 tahun sesudah revolusi oktober, sistem yang
didirikan oleh Lenin menjadi simbol sistem kekuasaan totaliter ideologis tanpa
tata dalam sejarah umat manusia. Para penulis “ Buku Hitam Komunisme “
memperkirakan bahwa ada lebih dari seratus juta orang mati Karena penindasan
komunis, dengan tidak menghitung para korban Perang Dunia II dan perang-perang
lain.
B.
Masalah
Masalah
yang dikemukakan dalam makalah ini adalh sebagai berikut :
a. Bagaimana
cara lenin mengaplikasikan pemikirannya dengan
menggunkan berbagai cara demi mencapai tujuan?
b. Apa
perbendaan pemikiran lenin dan marx?
c. Mengapa
kediktatoran lenin disebut juga kediktatoran proletariat?
C.
Tujuan
Adapun tujuan
pembuatan dari makalah ini adalah :
a. Memahami
kelahiran salah satu ideologi besar yang pernah membuat sebagian umat manusia
merasakan bagaimana hidup dibawah
pemimpin diktator
b. Memahami
jalan pikiran lenin
c. Mengetahui
sejarah kehidupan lenin
BAB II
ISI
1.
SKETSA
HIDUP
Lenin, adalah nama
singkat yang lebih populer dari valadimir ilyich ulyanov. nama Lenin sebenarnya adalah sebuah
nama samaran dan diambil dari nama sungai Lena, di Siberia. Ia
lahir pada tanggal 22 april 1870 di simbirsk.
Ia adalah seorang revolusioner komunis rusia, pemimpin partai Bolshevik,
Perdana mentri Uni Soviet pertama, Kepala Negara de facto pertama Uni
Soviet dan pencipta paham Leninisme. Ia adalah orang uni soviet yang berdarah
yahudi. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah dengan jabatan inspektur
sekolah di daerah tempat tinggalnya yang meninggal di tahun 1886, saat lenin
belum dapat mandiri. Marx merupakan anak ketiga dan anak kedua laki-laki kedua.
Lenin dengan saudara tua yang lelaki tidaklah rukun, mereka kurang dapat
bekerja sama. Saudara lelakinya bernama Alexander, merupakan kakak kandung yang
pendiam namun menyipan benih perlawanan terhadap penguasa pada masa itu.
Alexander telah menikmati pendidikan sebagai mahasisiwa di universitas St.
Petersburg, dengan memiliki ketekunan dan kecakapan yang tinggi. Sebagai
mahasiswa sekaligus pembangkang pemerintah, dengan kepandaiannya dalam ilmu
kimia, ia diserahi tugas oleh kawan-kawannya dalam komplotan itu untuk membuat
bom guna membunuh Tsar, namun komplotan itu telah terlebih dahulu di gulung dan
berakhir dengan penangkapan dan hukuman gantung.
Akibat dari tindakan
Alexander, seluruh keluarga menanggung beban penderitaan atas peristiwa
itu.Lenin sendiri menghadapi kesukaran tidak dibolehkan untuk melanjutkan
pendidikan di universitas St. Petersburg, demikian pula di universitas lain di
seluruh negri. Permohonannya untuk mengikuti pendidikan di luar negri pun di
tolak. Pada saat ia tidak dapat memasuki pendidkan universitas, digunakannya
untuk mempelajari pemikiran marx atau ajaran marxisime. Ia tampil sebagai
pemimpin golonga social demokrat yang memnentang pemerintahan tsar. Akhirnya
atas permohonan yang sangat dari piehak ibu kepada pemerintah izin itu
didapatkan, yakni diperkenankannya mengikuti pendidikan sendiri di universitas
sebagai orang luar. Lenin mampu membuktikan kemampuan, ia lulus terbaik nomor
satu di antara 124 peserta.
Pada
tahun 1892 ia mulai bekerja sebagai pengacara.
Ia mulai masuk ke dalam berbagai kelompok marxis dan menulis artikel-artikel
tentang masalah-masalah sosialisme. Ia menentang anggapan kaum “Narondniki”
(kawan-kawan rakyat) bahwa di rusia proletariat industri dapat diganti oleh
kaum tani dalam revolusi sosialis. Karena agitasi politiknya pada tahun 1896
lenin diukum pembuangan ke Siberia, walaupun dalam pembuangannya ia tidak
begitu menderita, karena ia dibolehkan menerima makanan dari rumahnya serta
diberikan kesempatan untuk menjaga kesehayan dengan berbagai latihan. Dan pada
saat itu lah lenin akhirnya bertemu dengan seorang gadis yang akan menjadi
istrina yang bernama Nadyeshda K. Krupskaya.
Pada
tahun 1898 didirikan partai buruh social democrat rusia. Pada tahun 1900 lenin
kembali dari pembuangan , namun segera melarikan diri ke eropa barat. Ia
menetap di swiss. Bersama Plechanov, Mortov dan
Vera Sassulic, lenin menerbitkan majalah Marxis-revolusioner Iskra
(bunga api). Dalam masa pembuangan di luar negeri sesekali lenin
menyelundup untuk pulang. Dari tempat
pembuangannya di swiss, ia dengan kawan-kawan seperjuangan ditolong oleh
pemerintah jerman dengan maksud sebagai cara kepentingan jerman untuk
mengurangi kekuatan Tsar dalam pepersngsn dangan jerman di Perang Duni ke-I,
namun pada masa akan dating justru lenin dan kawan seperjuanagannya menjadi
musuh. Lenin baru kembali menetap di negaranya ketika berlangsung revolusi
Merah –Bolshevik pada tahun 1917. Kalangan pendiri komunis dalam manifesto
komunis mengatakan bahwa revolusi yang mungkin terjadi di uni soviet sebagai
rentetan revolusi yang terjadi di Negara barat itu. Lenin hanya berkuasa selama
7 tahun dari sejak revolusi Bolshevik hingga wafat tahun 1924 yaang diawali
dengan serangan stroke setahun
sebelum wafat.
2. Filosofi
Lenin
selalu menganggap dirinya sebagai pengikut setia marx, akan tetapi sebagai
seorang prektisi, ia melakukan perannya di uni soviet bukan di kawasan eropa
barat, tentu memiliki karakteristik sosial masyarakat yang berbeda. Oleh sebab
itu, lenin melakukan modifikasi marxisme. Ia memperkenalkan pendekatan baru
dalam perjuangan kelas , strategi organisasi komunis yang hakikatnya menjadi
berbeda. Dengan cara itu, lahirlah konsep Marxisme-Leninisme: konsep yang
mengkombinasikan beberapa pemikiran marx yang orisinil dengan berbagai
formulasinya yang disusun lenin.
Lenin
lebih kepada seorang yang aktif dari pada yang dikerjakan oleh marx yang pada
umumnya lebih banyak mengemukakan pikiran. Sumbangan yang diberikan lenin dalam
melanjutkan dan mengaplikasikan Marxisme-Komunisme lbih bersifat praktis. Lenin
memiliki pandangan yang berbeda dengan marx.bagi lenin, partai itu haruslah
partai kader, artinya tidak perlu memilki masa yang besar tetapi anggotanya
terdiri atas orang-orang yang revolusioner. Partai nantinya yang akan menggerakkan
kalangan pekerja atau buruh untuk melakukan perubahan secara revolusioner dan
radikal. Orang-orang yang revolusionerr itu adalah orang yang aktif. Lenin
berpandangan partai seperti inilah sebagai alat ampuh untuk merobohkan
kekuasaan tsar di uni soviet.
Adanya
sikap politik yang berbeda antara lenin dangan pemikiran marx mengenai
pendirian sebuah partai, ini menyebabkan terjadinya dua pengelompokan di
kalangan pengikiut revolusi di uni soviet. Pada tahun 1903, dengan pendirian
lenin ini merela terpecah menjadi dua golongan, yakni golongan, Bolshevik
(mayoritas) dan golongam Menshevik (minoritas). Lenin sendiri berada sebagai
pemimpin di kalangan golongan Bolshevik, sebuah golongan yang militant dan
sesuai dengan konsep lenin tentang partai. Pada tahun 1918, golongan ini
membentuk partai komunis setelah kekuasaan Tsar di uni soviet runtuh dan
kendali kekuasaan berada di tangan mereka. Lenin tidak mengikuti konsep marx
mengenai revolusi tahap pertama, baginya cara ini akan melemahkan semanngat
pejuang revolusioner dengan mengikutkan kaum Borjuis dalam revolusi akan
menghilangkan kepercayaan masa. Oleh sebab itu, apa yang dilakukan Tsar dalam Duma (dewan perwakilan) yang
dibentuk tahun 1905 di uni soviet berdasar pada konsepsi yang diberikan kaisar
atas desakan kalangan sosialdemokrat, menurut lenin petut ditolak. Selain
menerima konsesi untuk duduk di Duma itu akan menimbulkan reaksi dari kalngan
borjuis yang waktu itu pada umumnya masih konservatif berbanding dengan
kalangan borjuis di eropa barat. Oleh karena itu, lenin tidak bersedia bekerja
sama dengan golongan borjuis dengan lebih dulu menumbangkan Tsar, sebaliknya
goongan Bolshevik dan lenin sebagai
pemimpin sekaligus berhadapan dengan Tsar dan kelompok borjuis. Pada tahun
1905, lenin menganjurkan agar kaum pekerja atau buruh agar langsung memegang
pimpinan revolusi, bukan membiarkan kepemimpinan diserahkan kepada kalangan
Borjuis.
Model
organisasi partai yang dibangun lenin dengan pengikutnya, pada umumnya menjadi
contoh yang ditiru oleh pengikut Komunis-Marxis dalam mendirikan partai di
Negara di luar uni soviet. Lenin juga mengemukakan kalangan petani dapat
memberikan sumbangan berharga, sebab revolusi yang dipimpin kelas pekerja itu
akan menghasilkan diktator demokrasi yang revolusioner dari proletar dan
petani,” Jadi tidak hanya dipimpin kelas pekerja saja.
Golongan
Menshevik, tetap setia dengan ajaran marx, cara pandang mereka mengikuti pakem
yang diajarkan marx, yakni perlu adanya revolusi tahap pertama-revolusi
borjuis. Memang di moskow dalam tahun 1927, telah ada pertentangan antara dua
golonagan yang saling menuduh sebagai penyeleweng, yang satu sebagai mekanis
yang monistis yang lain sebagai idealis. Lenin menyediakan dasarnya sebagai
seorang ideology untuk menerapkan gagasannya di uni soviet. Dengan melihat
dunia seluruhnya sebagai suatu kesatuan dan berpendaapat bahwa tidaklah
tergantung pada lokasi tempat untuk melaksanakan Marxisma dan keadaan yang
paling menguntungkan waktu itu adalah uni soviet. Oleh sebab itu, Antonio
gramci, sosok tikoh komunis dari italia menyebut revolusi Bolshevik 1917
sebagai Revolusi Againts Das Capitall.
Pada
bidang ekonomi di tahap awal usai revolusi dalam kenyataanya tidak seluruhnya
harus dikuasai Negara. Sektor tertentu atas kebijakan lenin tetap dibenarkan
untuk dikelola secara pribadi atau swasta. Lenin pun dalam bidang ekonomi, pada
tahun 1921, mulai melancarkan politik perekonomian barunya. Perusahan milik
pribadi di beberapa sektor ekonomi dibenarkan, dan orang-orang yang benar ahli
(yang dahulu tidak diperluakn) dipakai kembali dengan memperoleh bayaran yang
besar. Lenin juga memiliki visi mengenai pentingnya melakukan revolusi
komunisme pada wilayah terbelakang guna perimbangan dunia menghadapi ancaman
kapitalisme. Ia merupakan tokoh politik penting pertama yang melihat dunia ini
lbih dari sekedar wilayah eropa, wilayah lain memiliki arti penting sebagai
faktor yang berpengaruh dalam percaturan politik dunia. Soal ini
dikemukakannya: “begitu perut bagian bawah yang lembut dari kapitalisme sudah
ditaklukkan oleh komunisma, maka eropa barat dan amerika utara tidak akan
memberikan perlawanan berarti.
Sumbangan
pemikiran lenin yang diterima oleh semua orang komunis dewasa ini; kediktatoran
proletariat hanya mungkin melalui kediktatoran partai komunis. Jika tdak ada
kediktatoran partai komunis, maka tidak ada kediktatoran proletar, sebab
menurut lenin; orang-orang komunis mengetahui apa yang terkandung dalam
kepentingan utama golongan buruh. Mereka mengetahui lebih baik daripada kaum
buruh sendiri. Jika mereka mengikuti keinginan yang lain, mereka akan kehilagan
garis revolusi. Akan tetapi, partai komunis yang telah mempelajari sejarah,
yang paham akan materialisme histiris, perjuangan kelas, dan teori nilai,
mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Kediktatoran partai hanya mungkin
melalui kediktatoran politburo, ini mrupakan dktrin sentralisme demokrasi. Nicholai
Bukharin yang menderita karena teori ini memberikan jawaban bahwa kaum
Bolshevik percaya akan politik ganda, yaitu yang stu berkuasa dan selebihnya
berada di penjara.
3. Karya-Karyanya
Sumbangan
yang terpenting dari lenin dengan karyanya
What Is To Be Done (1902), konsep yang menjelaskan mengenai kaum
revolusioner yang professional. Lenin sebenarnya kurang memmiliki kepercayaan
kemampuan masyarakat juga kaum proletariat sekalipun. Oleh sebab itu, aktivis
komunnins harus dilakukan dalam dua jalur:
Pertama, para buruh harus membentuk organisasi buruh, bila perlu partai
komunis beroperasi secara terbuka, sesuai hukum serta melibatkan public sejauh
kondisi mengizinkan. Sebagai pendamping dicipakan berbagai kelompok kecil, ini
yang dinamakan tenaga revolusioner professional yang dibentuk menurut pola
tentara dan polosi, bersifat selaktif dan rahasia. Peran kelompok ini adalah
membina, mengawasi semua asosiasi politikdan ekonomi yang dipimpin kaum
komunis; Kedua, melakukan infiltrasi,
membentuk sel-sel dalam berbagai lembaga sosial juga terhadap tentara dan
polisi serta lembaga pemerintah; Ketiga,
harus melibatkan dalam kegiatan ilegal demikian pula kesempatan yang legal
harus digunakan semaksimal mungkin untuk selalu mengambil alih dan peran sampai
kedua perebutan kekuasaan secara revolusioner; Keempat, tenaga revolusioner professional bertanggung jawab
melakukan perekrutan untuk mata-mata, pelaku sabotase dan sgen semua aktifitas
yang berhubungan dengan intelajen. Di sini ada kelompok penghubung di antara
kelompok komunis yang legal, kelompok inti dengan tenaga revolusioner yang
profesioner. Secara ideal organisasi komunis legal dengan perangkat
revolusioner professional lembaganya terpisah.
4.Partai jenis baru
Masalah besar yang dihadapi oleh lenin waktu
terjun di gelanggang perjuangan politik adalah apakah di rusia sosialisme harus
dicapai melaui jalan yamg sama dengan di Negara-negara industry maju, ataukah
ada sebuah jalan khusus, langsung dari feodalisma ke sosialisme. Sebagai
seorang marxis, bagi lenin jawabannya jelas: tak ada jalan khusus rusia ke
sosialisme. Di rusia pun sosialiisme hanya dapat tercapai melalui sebuah
revolusi anti-kapitalis. Tahap kapitalisme tidak dapat di loncati.
Apakah
hal iti berarti bahwa revolusi sosialis di rusia pun sosialisme harus menunggu
puluhan tahun sampai kapitalisme pada akhir abad ke 19 baru mulai meluas di
rusi sudah matang? Lenin menolak
kesimpulan ini. Untuk membenarkan penolakan itu lein kemudian merumuskan
teorinya tentang “imperialism sebagai tahap akhir kapitalisme”. Mengikuti
Robson dan Hilferding, lenin berpendapat
bahwa imperialisme merupakan sarana Negara-negara kapitalis maju untuk
sementara dapat mengekspor ketegangan-ketegangan internal mereka ke Negara-negara
pra-kapitalis. Tetapi dengan demikian itulah kesimpulan asli lenin- revolusi
sosialis jusru lebih mungkin akan pecah di Negara-negara pra-kapitalis.
Negara-negara itu adalah mata rantai yang paling lemah dalam sistem kapitalis
internasional. Jadi revolusi sosialis akan pecah bukan di pusat kapitalisme,
melainkan di pinggirannya. Dengan demikian sebuah revolusi sosialis di rusia
justru sangat mungkin, dan revolusi itu diharapkan akan menjadi pemicu revolusi
sosialis internasional.
Oleh
karena itu, lenin mati-matian menentang
pendapat di kalangan Menshevik bahwa untuk memjatuhkan feodalisme dan
mendirikan pemerintah demokratis, kelas buruh harus terlabih dahulu
bergebderangan tangan dengan borjuasi. Menurut lenin, proletariat harus
bersekutu dengan kelas borjuasi, tetapi sebagai yang memimpin gerakan
revolusioner. Apabila kekuasaan Tsar sudah dihancurkan, proletariat lalu sudah berada dalam posisi
untuk dalam waktu tidak terlalu lama meneruskan revolusi dan mengakhiri
kekuasaan borjuasi. Karena itu, lenin
selalu menegaskan bahwa proletariat harus dibentuk sebagai kekuataan politik
mandiri yang tidak hanya melawan kekuasaan feodal Tsar, melainkan senantiasa
sadar bahwa musuhnya yang sebenarnya adalah para pemilik modal. Gagasan yang
bagaikan benang merah ditemukan dalam segala tulisan, seruan dan pidato lenin
adalah peningkatan kesiap-siagaan dan tekad untuk berevolusi dalam gerakam
buruh rusia. Revolusi sosialis di rusia lalu akan menyulut revolusi sosialis
sedunia.
Namun
usaha mempersiapkan kaum buruh bagi revolusi mengalami hambatan dari suatu
pandangan yang cukup luas dipegang di kalangan kaum sosialdemokrat, yang oleh
para pengkritiknya disebut sebagai “ekonomisme”. Menurut ekonomisme, kelas
buruh hendaknya membatasi diri pada perjuangan di bidang ekonomi, sedangkan
perjuangan politik diserahkan terlebih dahulu kepada borjuasi saja. Jadi cukup
kalau kaum buruh memperjuangkan kepentingan-kepentingan langsung mereka melalui
serikat buruh, misalnya untuk memperoleh upah lebih tinggi. Tujuan perjuangan
politik, penggantian feodalisme dengan demokrasi, adalah kepentingan borjuasi.
Ekonomisme
itu menjadi sasaran kemarahan lenin dalam bukunya Berbuat Apa? (1902). Soalnya, lenin khawatir bahwa apabila kaum
buruh membatasi diri pada perjuanganan ekonomis, mereka akhirnya akan kerasukan
ideologi politik borjuasi. Untuk melawan bahaya itu; kaum buruh juga harus
diberi kesadaran politik dan melakukan perjuangan di medan politik, misalnya
melalui partai buruh. Namun kesalahan terbesar ekonomisme adalah pengandaian
bahwa semangat revolusioner-sosialis kaum buruh akan berkembang dengan
sendirinya melalui pengalaman perjuangan di bidang ekonomi. Bagi lenin harapan itu
sama dengan percaya bahwa kaum buruh akan memperoleh kesadaran sosialis secara spontan. “Kesalahan dasar semua kaum ekonomis adalah
keyakinan bahwa kesadaran politik kelas buruh dapat dikembangkang dari dalam,
seakan-akan dari perjuangan ekonomis mereka” (Berbuat Apa, lenin 1970 I, 98).
Lenin mengejek ekonomisme sebagai “pemujaan spontanitas” yang menganut”
kebijakan asal-asal ikut saja” (ib., 77). Menurut lenin, kalau kaum buruh
dibiarkan mengikuti spontanitas mereka saja, mereka hanya mengembangkan sebuah
“kesadaran trade-unionistik’. Tetapi trade-unionisme berarti berfikir menurut
polo borjuasi. “Hanya perlu sedikit pemikiran untuk memahami mengapa setiap pemujaan spontanitas gerakan
masa, setiap prendahan politik sosialisdemokrat ke politik trade-unionalistik justru akan berarti
mempersiapkan tanah bagi pengalihan gerakan buruh menjadi alat demokrasi
borjuis. Gerakan buruh spontan hanya mampu menghasilkan trade-unionisme…, tetapi trade-unionistik
kelas buruh adalah politik borjuis kelas buruh” (ib., 111)
Ada
dua alasan mengapa lenin tidak percaya bahwa sosialis-revolusioner dapat
berkembang secara spontan. Pertama,
karena kepentingan yang langsung di rasakan oleh para buruh terarahkan pada
kepentingan-kepentingan langsung mereka dan bukan pada revolusi sosialis. Maka
menurut lenin buruh yang masuk ke dalam partai dan menunjukkan kemampuan
berpolitik sebaiknya segera dicopot dari proses produksi dan dididik menjadi
orang revolusioner purna waktu. Kedua, semangat revolusi sosialis mengendaikan
sebuah teori revolusioner. Teori itu
adalah sosialisme ilmiah. Tapi tidak mungkin kaum buruh yang hanya
berpendidikan rendah secara spontan dapat sampai ke sosialisme ilmiah itu.
“Sejarah semua Negara membuktikan bahwa kelas buruh dari kekuatannya sendiri
hanya dapat menghasilkan sebuah kesadaran kaum buruh tidak boleh dibiarkan
berkembang menurut irama pengalaman perjuangan mereka sendiri adalah bahwa
sosialisme berdasarkan sebuah teori ilmiah dan teori ilmiah hanya dapat
dikembangkan dan dipahami sepenuhnya oleh para ilmuwan, artinya, oleh kaum
intelektual. Itulah pengendalian dasar lenin.
Dari kenyataan itu lenin menarik kesimpulan logis bahwa kesadaran revolusioner harus dimasukkan ke dalam kelas buruh dari luar. Dalam keyakinan ini lenin mengikuti karl kautskty yang menulis pada tahun 1901: “kesadaran sosialis modern hanya dapat muncul atas dasar pengertian ilmiah mendalam. Adapun ilmu ekonomi kontemporer merupakan prasyarat produksi sosialis, mirip seperti juga tektnik kontempoorer, hanya proletariat debgan seegala upaya tidak mampu untuk mencapai dua-duanya; ilmu ekonomi dan teknik merupakan hasil proses sosial. Namun yang mengembangkan ilmu pengetahuan bukan proletariat, melainkan kaum intelgensia borjuis. Maka sosialisme modern lahir dalam beberapa anggota lapisan itu dan baru oleh mereka sosialisme diteruskan kepada orang-orang proletar yang unggul secara intelektual yang lalu memasukkannya kedalam perjuangan kelas proletariat di mana keadaan mengizinkannya”(dikutip dari Berbuat Apa, lenin 1970 I , 67)
Dengan
demikian jelaslah peranan kaum intelagensia dalam pembentukan kesadaran
sosialis. Hanya dengan dipimpin oleh mereka kelas buruh dapat menjadi kelas
revolusioner. Bentuk organisatoris kepemimpinan kelas adalah partai revolusioner. “Perjuangan spontan
proletariat menjadi ‘perjuangan kelas’ sungguhan selama perjuangan itu dipimpin
oleh sebuah organisasi kaum revolusioner yang kuat” (ib., 143). Oleh karena itu
sebagian besar pemikiran lenin menyangkut bentuk dan peran “partai
revolusioner” itu. Tesk kunci lenin tentang paham partai jenis baru itu adalah Berbuat
Apa?
Partai
jenis baru itu harus berbeda dari sebuah organisasi buruh pada umumnya. Melawan
Martov dan para pemimpin Partai Sosialdemokrat lain yang dalam kongres Partai
1903 akan membentuk sayap Menshevik,
lenin menegaskan bahwa partai itu memerlukan struktur organisatoris sedemikian
rupa, hingga betul-betul dapat memimpin perjuangan buruh. Partai itu tidak
boleh terbuka luas, melainkan terdiri atas orang-orang yang “pekerjaan pokoknya
adalah kegiatan revolusioner” (ib., 134). Partai itu harus merupakan sebuah
organisasi tertutup dan konspiratif yang terdiri atas orang-orang revolusioner
purna waktu, dengan tidak membedakan antara kaum buruh dan kaum intelaktual
(ib., 123). “Satu-satunya prinsip organisasi sungguhan bagi para peserta
gerakan kita harusnya: Konspirasi seketat mungkin, pembentukan orang
revolusioner profesional. Apabila ciri-ciri itu terdapat, yang jadi terjamin
adalah sesuatu yang lebih dari pada sekedar ‘demokratisme’: kepercacayaan sepenuhnya
antar-kaum revolusionersebagai kawan” (ib.,148).
Dari
situ lenin menarik kesimpulan: “perjuangan spontan proletariat akan menjadi
‘perjuangan kelas’ sungguh-sungguh selama perjuangan itu dipimpin oleh sebuah
organisasi kaum revolusioner yang kuat” (ib.,143). Lenin ssangat menegaskan
bahwa partai itu harus disusun secara sentralistik dan birokratis dalam arti
bahwa mutlak harus taa terhadap unsur-unsur atas. Apalagi karena kaum
intelektual, lain daripada kaum buruh, cenderung suka tidak disiplin dan tidak
mantap dalam sikap politik ( Maju Satu
Langkah, Mundur Dua Langkah, lenin I, 216). Maka mereka harus diikatkan ka
dalam tertib partai: ”Birokratismee melawan demorkratisme, artinya ya
sentralisme melawan otonomisme, itu lah prinsip organisasi kaum sosialdemokrat
opurtunis” (ib., 211) partai harus “dibangun dari atas kebawah”. Pandangan
bahwa partai harus dibangun dari bawah adalah “demokratisme” keliru (ib.).
Namun
hal itu tidak berarti berarti bahwa partai boleh lepas dari kaum buruh. Melwan
kritik kaum Menshevik bahwa paham partai perintis merupakan “Blanquisme” dan
“Yakobinisme”, dimana sebuah organisasi teroris kecil berkonspirasi untuk
menggulingkan struktur kekuasaan, lenin menegaskan bahwa partai harus bersatu
dengan kaum buruh. “Orang Yakobin yang secara tak terpisah bersatu dengan organisasi proletariatya yang sadar akan
kepentingan-kepentingannya sebagai kelas – itulah sang Sosialdemokrat
revolusioner” (ib. 199).ib. 199). Ang khas bagi konsepsi lenin adalah kombinasi
partai sebagai organisasi konspiratif ketat dengan masa buruh dan kelas
revolusioner lain.
Partai
itu harus dipimpim dengan ketat dari ataas. Sebagai organisasi terlarang yang
terpaksa bekerja dibawah tanah, kehidupan partai harus diatur dengan disiplin
baja. Pimpinan pusat memiliki wewenang mutlak. Organisasi partai harus mirip
dengan militer. Berulangkali lenin mengaskan bahwa apabila partai berada dalam
situasi gawat pemerintahannya harus berpola sentralisme mutlak. Mencoba
melaksanakan “demokratisme”- yang cirri utamanya adalh keterbukaan dan pemiliha
semua fungsionaris oleh para anggota partai--- dalam situasi partai ditindas
oleh pemerintah otokratik Tsar akan berarti bunuh diri (Berbuat Apa?, lenin 1970 I, 145).
Namun dalam keadaan lebih biasa prinsip dasar
organisasi partai adalah sentralisme demokrtis. Begitu dalam statute Partai
Sosial democrat Russia yang disahkan pada tahun 1906 oleh Kongres Partai ke-4
dinyatakan bahwa “ semua organisasi partai berdasarkan prinsip sentralisme
demokratis “[dikutip dari kernig II, 337]. Dan 14 tahun kemudian Lenin
menegaskan kepada Komintern bahwa “partai-partai yang termsuk dalam Asosiasi
Komunis Internasional harus diorganisasi menurut prinsip-prinsip sentralisme
demokratis “[Lenin 1966, Jl.31, 210]. Maksud sentralisme demokratis itu
sederhana :” Demokratis” berarti bahwa dalam kongres partai sekali setiap
beberapa tahun para anggota partai, dan para pemimpin partai dipilih dalam
kongres itu. Sesudah itutetap berlaku sentralisme, artinya partai harus taat
pada keputusan “komite sentral” yang memiliki wewenang mutlak untuk menentukan
kebijakan, strategi dan taktik perjuangan partai.
5.
Pandangan
Dunia Menyeluruh
Agar
kelas buruh kebal terhadap pengaruh ideologi borjuasi, kesadaran revolusioner
kelas buruh menurut Lenin harus dilengkapi oleh sebuah pandangan dunia yang
lengkap. Hal itu sudah disadari oleh Friedrich Engels. Maka dalam bukunya Anti-
Diibring12 Engels melengkapkan Materialisme Historis Karl Marx
dengan pandangan dunia materialis:Realitas pada dasarnya bersifat materi atau
merupakan perkembangan dari materi. Materi itu selalu berada dalam keadaan
bergerak yang berlangsung menurut hokum dialektika. Dialektika berarti bahwa
materi secara hakiki begerak dalam kontradiksi-kontradiksi;
kontradiksi-kontradiksi itu merupakan mesin pengembangannya. Melalui loncatan
“dialektis”suatu perubahan “kuantitatif” materi bisa menjadi “kualitatif”.
Dengan demikian “ materialisme dialektis” menjelaskan bagaimana dari materi tak
bernyawa dapat berkembang materi bernyawa dan akhirnya, sebagai produk
tertinggi materi, manusia. Bertolak dari “ pandangan materialistis” itu, Engels
membagi seluruh filsafat kedalam gua “kubu”: Kubu “idealisme” dan kubu “
materialism”. Yang pertama mendahulukan roh terhadap materi; dan kedua
mendahulukan materi. Yang pertama menyatakan bahwa pengetahuan manusia
menciptakan apa yang dimengerti: yang kedua menyatakan ahwa pengetahuan manusia
benar sejauh mencerminkan apa yang memang nyata-nyata ada.
Ditahun
1907 Bogdanov, seorang Marxis Russia, menerbitkan sebuah buku dengan judul
Empiromonisme dimana ia menyatakan bahwa sebuah aliran filsafat baru yang
bernama”empirokritisme” sangat cocok untuk Marxisme. Empirokritisme, bersama
dengan Neokantianisme, memang agak menjadi “mode” dalam kalangan sosialis
Jerman di awal abad ke-20. Neokantianisme, salah satu aliran filsafat Barat
penting pada waktu itu, berusaha mengangkat kembali epistemology dan etika
Immanuel Kant.Filsafat Kant dianggap paling cocok dengan pandangan dunia
ilmiah. Nah, etika Neokantian itu oleh beberapa tokoh partai social democrat
Jerman dianggap sangat cocok untuk mengisi sebuah kekosongan yang mereka
rasakan ada dalam Marxisme, yaitu bahwa Marxisme tdak memiliki sebuah etika.
“Sosialisme etis” itu memang di tentang keras oleh kaum marxis ortodoks
pimpinan Karl Kautsky, akan tetapi cukup berpengaruh.
Empirokritisme
yang dikembangkan oleh Richard Avenarius, seorang filosof, dan Ernst Mach,
seorang ahli fisika, memberikan penjelasan positivistic terhadap pengetahuan
ilmiah: menurut mereka, manusia dalam pengetahuan ilmiah tidak berurusan dengan
benda-benda, melainkan dengan data-data. Bagaimana relitas pada dirinya sendiri
bukan urusan kaum ilmuan. Semua hasil penelitian ilmiah diperlakukan sebagi
data saja.14
Waktu
Lenin menbaca buku Bogdanov ia “mengamuk kemarahan”.itu bukan Marxisme!”
celanya [dikutip dari Kolakowski II, 501]. Apa sebabnya Lenin begitu marah? Ada
dua alasan. Pertama, Empirokritisme bagi Lenin berbau” idealisme”. Kalau
pengetahuan ilmiah adalah mengenai “data” dan bukan mengenai realitas
sungguh-sungguh, maka yang benar adalah “idealisme” dan bukan
“materialism”.padahal pandangan dunia proletariat menurut Lenin bersifat
materialis. Oleh karena itu, Lenin mempertahankan dengan tegas bahwa
pengetahuan “mencerminkan “ realitas objektif yang ada diluar manusia. Itulah “teori pencerminan kembali”
termasyur Lenin tentang pengetahuan. Alasan kedua adalah bahwa kalau yang kita
ketahuai hanya data-data saja dan bukan kenyataan sungguh-sungguh, maka
hokum-hukum alam maupun hokum-hukum perkembangan masyarakat juga tidak dapat
diketahui dengan pasti, hal mana akan berarti bahwa tak mungkin ada” pandangan
dunia ilmiah proletariat”dan Marxisme tidak dapat disebut sosialisme ilmiah.
Karena
marahnya Lenin yang bukan seorang filosof langsung menulis sebuah buku filosof
yang diberinya judul Materialisme dan Empirokrtisme. Buku itu bersama dengan
Anti-Diibring Engels kemudian menjadi dasar “ Materialisme Dialektik”, filsafat
alam dan epistemologipo resmi Marxisme-Leninisme. Dalam buku ini Lenin disatu
pihak mengkritik habis-habisan “idealisme”dan “subjektivisme”dalam filsafat
Kantianisme dan Empirokritisme, dilain pihak mengembangkan sebuah Epistemologi
sendiri. Melawan Kant, Lenin mengulangi argument sederhana Engels. Menurut
Engels keberhasilan eksperimen ilmiah dan teknik membuktikan bahwa alam luar
ada pada dirinya sendiri tak tergantung dari pemikiran manusia. Lenin mengutip
Engels.”Apabila kita sanggup untuk membuktikan ketepatan paham kita tentang
sebuah prose salami dengan cara membuat prose situ sendiri “ yang menurut Kant
tidak dapat diketahui “ [Materialism and Empirio-Criticism, Lenin 1952 (ME),
96]. Kalau kita memperkirakan bahwa batu bara mengandung zat alizarin, lalu kita
berhasil memproduksikan alizarin dari batu bara, maka menurut Engels hal itu
membuktikan bahwa kita mengetahui apa batu bara itu secara objektif : jadi
pengetahuan kita mencerminkan realitas sebagaimana adanya [ME 98].Jadi menurut
Engels kita dapat memastikan benda pada dirinya sendiri dengan cara kita
membuatnya, sama seperti kita dapat membuktikn bahwa ada emas dalam gunung dan
bukan hanya pikiran tentang gunung dengan menggali ditanah dan mengangkat emas
itu.
Dalam
konteks ini Lenin mengembangkan “teori pencerminan kembali “tadi: Pengetahuan
harus dipahami mirip dengan pemotretan. Kesadaran kita mencerminkan kembali
dunia yang ada diluar.apa yang ditangkap oleh indra kita adalah “ gambar
realitas yang ada diluar kita [ME 111].Ada “kecocokan antara kesadaran yang
mencerminkan alam dan alam yang dicerminkan oleh kesadaran.”[ME 135].Teori itu
bertitik tolak dari Anti Diibring:”Materi adalah yang pertama, dan gagasan,
kesadaran, persepsi indrawi adalah produk perkembangan [materi] yang sangat
tinggi”[ME 69].”Alam dan dunia luar bereksistensi lepas dari kesadaran dan
perasaan manusia “[ME 68].
Seperti
Engels, Lenin tidak sadar bahwa ia di situ mencampurkan dua hal yang berbeda,
materialisme ontologis dan realisme epistimologis.16 Yang pertama
adalah anggapan khas materialism bahwa yang ada hanyalah materi atau apa yang
berasal dari materi (karena itu materialisme menolak eksistensi Allah). Yang
kedua mengatakan bahwa manusia mengetahui raelitas karena realitas itu memang
ada, dan bukan sebalinknya, realitas itu ada karena manusia mengetahuinya.
Dalam kenyataan, kebanyakan filosof menolak materialism, tetapi menganut salah
satu bentuk realisme.17Argumentasi Engels yang diangkat Lenin mau
membuktikan kebenaran pengetahuan mausia melalui prakteknya: Apabila sebuah eksperimen
ilmiah berhasil dan kemudian teknik berhasil memakai pengetahuan hasil
ekperimen itu untuk memproduksikan apa yang sebelumnya sudah diperkirakan mesti
bisa dproduksi, terbuktilah bahwa manusia bisa mencapai “kebenaran mutlak”
tentang realitas. Hasil positif eksperimen membuktikan bahwa manusia mengetahui
hokum alam. Setiap eksperimen memang terbatas dan relatif, tetapi dengan terus
memperluas bidang pengetahuan tentang alam, manusia terus menerus
menyempurnakan pengetahuannya.”Pemikiran manusia karena kodratnya mampu untuk
memberikan, dan memang memberikan, kebenaran mutlak yang merupakan jumlah
kebenaran-kebenaran relative”[ME 133]
Dapat ditambah
bahwa pandangan epistemologis Lenin sangat sederhana ini kemudian mengalami
perkembangan. Dari catatan-catatannya 18 diketahui bahwa dalam
suasana sepi dipengasingan di Swiss dimasa perang Dubia I Lenin sempat
mempelajari Hegel, khususnya buku Logika. Studi itu membuka cakrawala baru bagi
Lenin.19 Sebagai akibatnya Lenin merumuskan teorinya bahwa pengetahuan
terjadi sebagai pencerminan kembali realitas material dengan lebih canggih.
Kesan-kesan indrawi yang kita dapat dari apa yang kita pandang harus
direfleksikan dulu, baru bisa dimengerti dan dapat membimbing perbuatan.”kalau
pemikiran naik dari yang kongret ke yang abstrak, pemikiran tidak.....menjauhi
kebenaran, melainkan lebih mendekatinya. Abstrak dari benda, hukum alam,
abstraksi dari nilai dan sebagainya, dengan lain kata, semua abstraksi ilmiah
(yang betul, yang harus dipandang dengan sungguh-sungguh, bukan yang aneh-aneh)
mencerminkan alam dengan lebih mendalam, lebih setia, lebih lengkap. Dari
memandang langsung kepemikiran abstrak dan dari pemikiran abstrak ke praktek
–Itulah jalan dialektik pengetahuan kebenaran, pengetahuan realitas objektif ‘[Lenin
1963,171]. Hegel membuat Lenin memahami pengetahuan sebagai proses dialektis
pendekatan pengetahuan terhadap realitas melalui tiga langkah: persepsi
indrawi,imaginasi dan pemikiran. Namun “Catatan-catatan” itu baru
dipublikasikan jauh kemudian dan tidak mempengaruhi ajaran resmi
Marxisme-Leninisme.
Iring Fetcher [1975,176] mencatat bahwa rumusan ini juga
mempunyai arti praktis politis bagi Lenin. Kalau Lenin menegaskan bahwa arti
pengalaman indrawi langsung jangan dilebih-lebihkan, maka hal itu juga berlaku
bagi pengalaman ditempat kerja setiap hari jangan dilebih-lebihkan. Baru
ditingkat lebih abstrak bisa tercapai pengertian sosialis yang sebenarnya,
yaitu kesadaran kelas. Pengertian sosialis itu mengatasi kesadaran yang
langsung terbentuk pada buruh dalam perjuangan ekonomis, karena memerlukan
kemampuan refleksi ilmiah dan karena itu kemampuan intelektual tinggi.
Kelihatan bahwa Lenin menemukan logika Hegel suatu pembenaran atas anggapannya
bahwa kaum buruh kalau dibiarkan mengikuti irama perkembangan kesadaran mereka
sendiri tidak akan sampai ke kesadaran kelas sosial demokrat yang sebenarnya.
Sekaligus Lenin melegitimasikan klaim bahwa partai sebagai kumpulan kaum
intelek dan bukan serikat buruh, harus memimpin kelas buruh.
Ada unsur penting lagi yang sangat ditekankan Lenin dalam
Materialistisme dan Empirokritisisme, yaitu “sifat berpihak filsafat dalam
masyarakat modern “[ME 364/370]. Filsafat dan ilmu pengetahuan tidak pernah
netral.”Filsafat yang tidak berpihak bukan lain adalah pengabdian terselubung
bagi idealisme dan fideisme”[ME 371].Keberpihakan filsafat bagi Lenin berarti
dua [cf.Kolakowski II.504]:pertama, seorang filosof harus memilih apakah mau
termasuk kubu idealisme atau kubu materialisme.20 Yang pertama
adalah reaksioner, yang kedua progresif. Kedua, semua teori filosofis dan
ilmiah selalu mengungkapkan suatu kepentingan kelas. Anggapan bahwa ilmu
pengetahuan bersfat netral merupakan tipuan dari borjuasi. Anggapan bahwa
pemikiran filosofis dan ilmiah adalah netral menguntungkan borjuasi.
Sebaliknya, para ilmuan dan filosof yang berpihak pada proletariat melakukannya
secara terbuka. Namun dengan berpihak pada proletariat, filsafat dan ilmu
pengetahuan justru menjadi bebas dari distorsi. Titik pandang proletariat bukan
salah satu titik pandang, melainkan titik pandang kelas yang akan membawa umat manusia
kepembebasan menyeluruh. Oleh karena itu, titik pandang proletariat memiliki
kebenaran objektif. Apabila para filosof dan ilmuan berpihak pada kepentingan
proletariat, mereka berpihak pada kepentingan seluruh umat manusia dan
berpartisipasi dalam kebenaran sejarah.21 Dengan berpihak pada
proletariat ilmuan menempatkan diri dalam kubu revolusi duai yang akan
membebaskan manusia yang dengan demikian merupakan kubu kebenaran objektif
sejarah. Lenin menulis:”Makin berpihak ilmu pengetahuan, makin benar dan
objektiflah dia; makin keras dan tegas kita berpegangan pada titik pandang
subjektif proletariat, makin benar dan objektif posisi kita”[dikutip dari
Fetscher 1960,78].dan karena kepentingan ploretariat diperjuangkan oleh
Partai-Komunis, maka Marxisme-Leninnisme dengan tegas-tegas menuntut agar semua
filosof dan teoretisi selalu taat pada garis partai.
6.
Lenin dan Agama
Kita melihat bahwa sejak Engels dan Lenin dasar pandangan
dunia proletariat adaalh materialisme. Dengan demikian “sosialisme ilmiah”
versi Lenin tidak mempunyai tempat bagi agama. Materialisme berarti kepercayaan
bahwa semula hanya ada materi dan apa saja yang ada berkembang dari materi.
Padahal Allah memang tidak bermateri dan bahkan oleh kaum beriman diyakini
menciptakan alam semesta dengan segala isinya, termasuk seluruh materi. Suatu
pandangan yang berpendapat bahwa segala apa yang ada berasal dari materi dengan
sendirinya menyangkal Allah dan penciptaan. Materialisme selalu mengandung
ateisme. Dan kalau tidak ada Allah, tidak dasar bagi agama,. Lenin
menulis:’proletariat modern mengaku menganut sosialisme melawan kabut keagamaan
dan membebaskan buruh dari imannya akan hidup alam baka dengan mempersatukan
meraka dalam perjuangan di hidup ini demi kehidupan lebih baik di dunia.”[Lenin
1956,7].
Dalam praktek politik Lenin selalu bersikap pragmatis.
Juga dalam hal agama. Dalam sebuah karangan dari tahun 1905 tentang”sosialisme
dan agama” [Lenin 1956,6-11] Lenin menjelaskan posisinya. Merebut hati buruh
adalah lebih penting dari ada menyebarkan ateisme. Oleh karena itu orang yang
bukan ateis pun boleh masuk partai komunis. Partai harus memperhatikan
prasangka-prasangka religius kaum buruh, jangan sampai mereka terasing dari
partai karena sikap partai yang anti-agama. Dalam arti ini Lenin menyatakan
mengakui kebebasan beragama. Akan tetapi propaganda komunis niscaya juga memuat
propaganda ateis.
Namun mengenai prinsip ateisme Lenin tidak mengenal
kompromi. “Bagi partai proletariat sosialis agama bukan urusan pribadi. Partai
kita merupakan serikat pejuang demi kebebasan kelas buruh yang sadar akan
kedudukan kelas mereka dan progresif. Serikat semacam itu tidak dapat dan tidak
boleh bersikap acuh tak acuh terhadap ketidaktercerahkanan, ketidaktahuan dan
kebodohan dalam bentuk kepercayaan religius”[Lenin 1956,9].dalam negara yang
dikuasai oelh partai komunis, agama tidak boleh berperan sama sekali. Dalam
kenyataan, gereja ortodoks Russia sesudah revolusi oktober segera diserang. Hak
milik Gera dan sekolah-sekolahnya diambil alih. Gereja dilarang untuk melakukan
kegiatan apa pun diluar gedung gereja; tidak boleh menerbitkan buku dan
majalah; pelanjaran agama dilarang dan ditempat pendidikan calon pastor
ditutup. Kebanyakan biara diwilayah Uni Soviet ditutup. Ribuan pastor,biarawan
dan biarawati dibunuh [Bochenski/Niemeyer 1958,54322].
Lenin sendiri sudah tidak beragama sejak umur muda.
Baginya ateisme begitu biasa sehingga tak pernah dianggap perlu dibuktikan.
Berbeda dengan Karl Marx yang juga seorang ateis, tetapi bersikap dingin
terhadapa agama karena menganggapnya masalah sekunder, Lenin rupa-rupanya
secara pribadi benci terhadap agama. Kritik agama Lenin tajam: “Agama adalah
candu bagi rakyat. Agama adalah semacam wisky rohani murahan, didalamnya para
budak modal menenggelamkan muka manusianya, hak mereka atas hidup yang masih
pantas bagi manusia “[Lenin 1956,7]. Yang menarik dalam kutipan ini adalah
bahwa Lenin menggantikan istilah Marx “ agama candu rakyat” dengan “agama candu
bagi rakyat”. Bagi Marx agama berfungsi sebagi hiburan dalam situasi buruk,
sedangkan menurut Lenin agama menjadi sarana yang dengan sengaja dipakai oleh
kelas-kelas berkuasa untuk menipu kleas-kelas dibawah. Agama dianggap sebagai
sarana kekuasaan. “Marxisme menganggap semua agama dan gereja dewasa ini,
segala dan segenap organisasi religius selalu sebagai alat reaksi borjuis yang
dipakai untuk melindungi eksploitasi dan mengelabuhi kelas buruh “[Lenin
1956,20].Dan kepada penyair komunis Maxim Gorkij yang bergabung dengan sebuah
kelompok agama bebas, Lenin menulis: “Justru karena segenap gagasan religius,
segenap paham tentang Allah terlalu amat memuakkan, padahal gagasan itu
diterima oleh borjuis demokratis dengan amat toleran........justru karena itu
agama merupakan barang memuakkan yang paling berbahaya,wabah yang paling
menjijikkan.......”[Lenin 1956,45]. Sejak Lenin, kebencian terhadap agama
menjadi ciri khas semua rezim komunis dikemudian hari.
7.
Negara Dan Kediktatoran Proletariat
Penjajahan Lenin kedalam wilayah filsafat tadi
menunjukkan kekhasan sosok
Lenin: Pemikirannya seluruhnya terfokus pada revolusi sosialis. Ia berfilsafat
bukan demi filsafatnya sendiri, melainkan ia berpendapat bahwa hanya sebuah
pandangan dunia menyeluruh dapat mengamankan kesadaran revolusioner
proletariat. Mempersiapkan revolusi sosialis secara kongkret berarti
mempersiapkan proletariat supaya dapat menghancurkan kekuasaan Tsar, merebut
kekuasaan ke dalam tangannya sendiri dan menghancurkan borjuasi. Dalam arti ini
pemikiran Lenin seratus persen pragmatis. Bukan kecocokan dengan teori
Marxisme, melainkan kecocockan dengan tercapainya tujuan, yaitu revolusi
sosialis, yang merupakan kriteria pemikiran yang tepat baginya. Maka Lenin di
satu pihak bersikap keras. Terutama mengenai peran partai dan kesadaran
revolusioner ia tidak mengenal kompromi. Dilain pihak ia bersikap fleksibel dan
tidak dogmatis. Apa pun yang mendukung perebutan kekuasaan ditangan kelas
proletariat dapat dibenarkannya. Lenin menyadari bahwa proletariat Russia terlalu
kecil untuk sendirian mengahncurkan kekuasaan Tsar dan Borjuasi. Oleh karena
itu ia bicara tentang koalisi proletariat dengan kelas tertindas terbesar di
Russia, yaitu kaum tani, dan dengan borjuasi kecil, yati orang-orang kecil
dikota yang hidup pas-pasan. Sesudah pemerintahan Tsar digulingkan pada bulan
Pebruari 1917 dimana kaum Bolshevik tidak memainkan peranan yang berarti-Lenin
merumuskan program politik partai Bolshevik yang bermaksud mencari dukungan
dari dua kelas penting itu. Progran itu disingkat dalam semboyan “roti dan
perdamaian”(chleh da mir) dan terdiri dari tiga tuntutan: Akhirilah perang
(Perang Dunia I) sekarang juga!, negarakan perusahaan-perusahaan industri, dan
bagikan tanah para tuah rumah kepada para petani.Lenin tidak pernah mengkompromikan
prinsipnya bahwa revolusi harus dipimpin oleh proletariat dan sesudah revolusi
proletariat harus memegang hegemoni atas kelas-kelas revolusioner lain, maka
Lenin tanpa ragu-ragu membubarkan persekutuan itu pada waktu kaum tani mulai
melawan kebijakan ekonomis pemerintah komunis. Lenin tidak pernah
menyembunyikan bahwa apa yang didirikannya sesudah revolusi sosialis bukan”
kediktatoran proletariat,kaum tani miskin dan borjuasi kecil”,
melainkan “kediktatoran proletariat”. Kekalahan besar
partai Bolshevikdalam pemilihan bulan November 1917 untuk Konstituante Russia
sedikitpun tidak merisaukan Lenin. Ia memang tidak pernah mengakui prinsip
mayoritas. Masih sebelum Revolusi Oktober Lenin menulis: “ Dimasa revolusioner tak cukup
mempermaklumkan kehendak mayoritas-bukan, disaat yang menentukan orang harus
membuktikan diri sebagai yang lebih kuat, orang harus menang....kita melihat
banyak contoh bagaimana sebuah minoritas yang terorganisasi lebih baik, sadar
akan tujuannya dan bersenjata dengan lebih baik memaksakan kehendaknya pada
mayoritas dan mengalahkannya.”[Lenin 1966,25,203].
Sikap pragmatis Lenin dala hal kemungkinan persekutuan
antara proletariat dan kelas-kelas tertindas lainnya kemudian menjadi bagian
penting ajaran Marxisme Leninisme tentang “strategi dan taktik perjuangan
revolusioner”dan “anti-fasis”lain. Namun apabila dianggap lebih tepat secara
strategis atau taktis, kaum komunis tanpa ragu-ragu akan menghantam para bekas
sekutu sebagai “kaum fasis-sosial”23. Ditingkat internasional kebijakan
persekutuan itu diwujudkan oleh Moskwa dengan mengusahakan aliansi-aliansi
strategis, misalnya dengan negara-negara bekas jajahan atau “non-blok” melawan
“kubu neo-kolonialis dan neo-imperalis”. Namun prinsip hegemoni partai komunis dalam negara komunis tidak akan
pernah dilepaskan.
Adalah menarik bahwa Lenin sampai pecahnya Revolusi
Oktober tidak pernah menulis apaun tentang susunan masyarakat sosialis sesudah
revolusi. Masalah yang semakin mendesak untuk dipikirkan pada tahun revolusi
1917 menyangkut negara. Sesudah revolusi sosialis negara harus diapakan?
Pertanyaan itu dijawab Lenin dalam brosur “Negara dan Revolusi”24.seperti
biasanya, Lenin memaparkan pandanganya dengan menghantam pandangan-pandangan
yang dianggapnya akan mengancam daya revolusioner kelas buruh. Dalam “ Negara
dan Revolusi” dua pihak diserang dengan ganas. Pertama, kaum sosialdemokrat
yang mengharapkan bahwa sosialisme dapat diwujudkan melalui mekanisme
demokratis. Kedua, kaum anarkis yang
menuntut agar sesudah revolusi negara langsung dihapus.
Pandangan pertama waktu itu cukup luas diterima dalam
partai sosial demokrat Jerman. Di satu pihak semakin banyak penganut sosialisme
memang meyakini demokrasi. Di lain pihak, mereka berargumentasi bahwa menurut
Karl Marx, kapitalisme, karena dinamikanya sendiri, akan menyebabkan semakin
banyak warga masyarakat tersapu kedalam proletariat, sehingga lama kelamaan
proletariat dengan sendirinya akan menjadi mayoritas. Begitu proletariat
menjadi mayoritas, proletariat akan menang dalam pemilihan umum dan dengan
demikian dapat mengambil alih kekuasaan negara secara demokratis, sehingga
mereka dapat menghapus hak milik atas alat-alat produksi melalui undang-undang
biasa. Dengan demikian sosialisme dapat diwujudkan tanpa perlu memakai kekerasan.
Pandangan itulah yang pada akhir Perang Dunia I mendasari perpecahan
partai-partai sosialdemokrat kedalam
sayap mayoritas yang moderat dan demokratis, dan sayap komunis yang mengikuti
pandangan Lenin.
Lenin menolak jalan demokratis mentah-mentah. Baginya,
membatasi perjuangan kelas pada kampanye pemilihan umum berarti mengkhianati
sosialisme dan revolusi. Lenin tidak pernah percaya kepada demokrasi yang menjadi cita-cita
borjuasi. Anggapan bahwa pemilihan umum betul-betul bisa mengungkapkan ilusi
khas borjuasi picisan.25. demokrasi hanyalah tipuan belaka yang
dipakai oleh borjuasi untuk merusak semangat revolusioner proletariat, dan
hanya sebuah alat untuk menyelamatkan kapitalisme.26 Pendapat kedua
yang ditolak tega oleh Lenin adalah pandangan kaum anarkis. Anggapan mereka,
bahwa sesudah kemenangan revolusi sosialis negara harus dihapus, menurut Lenin
naif. Negara memang akan layu dan hilang apabila sosialisme sudah seluruhnya
mantap, tetapi kapan dan bagimana hal itu terjadi belum bisa ditentukan. Negara
baru akan menghilang apabila sudah tidak dibutuhkan lagi. Padahal sesudah
revolusi kekuasaan negara masih sangat dibutuhkan, karena tiga alasan. Pertama,
pembangunan sosialisme masih terancam oleh kekuatan kapitalis disekeliling yang
mengahancurkannya. Kedua, sesudah revolusi disamping proletariat masih terdapat
pelbagai kelas sosial lain yang dapat saja mengancam kemenangan proletariat.
Negara ditangan proletariat masih diperlukan untuk memastikan hegemoninya atas
kelas-kelas itu. Alasan ketiga adalah bahwa kemenangan revolusi proletariat
belum berarti bahwa sosialisme sudah langsung terwujud.
Lenin membedakan dua tahap perwujudan sosialisme. Dalam
tahap pertama, yang diubah secara radikal baru tatanan hak milik: Hak milik
pribadi atas alat-alat produksi diganti dengan “milik sosial”, artinya
sarana-sarana produktif seperti pabrik,toko, bengkel dan tanah pertanian
menjadi hak milik negara atau koperasi. Keadaan itu masih ditandai oleh
kekurangan dalam segala bidang. Dalam tahap itu masih berlaku prinsip” kepada
siapa menurut kecakapannya, kepada siapa menurut prestasinya” [ Negara dan
Revolusi,Lenin 1966,344]. Perbedaan dalm kebutuhan dan kemampuan bekerja orang
belum bisa diperhitungkan, sehingga pada permulaan masih akan ada ketidaksamaan
material dan banyak kekurangan.[ib.,341,ss] Menurut Lenin pada tahap itu perlu
pendekatan yang realis.pembangunan sosialisme harus sesuai” dengan kodrat
manusia seperti apa adanya, kodrat manusia yang tidak jalan tanpa ketaatan,
kontrol dan menejer-menejer’”, [ib.307] oleh karena itu, aparat penindas negara
masih dperlukan.27 Namun akan layu menghilang sama sekali apabila
masyarakat dapat menerapkan peraturan: dari siapa menurut kemampuannya, bagi
siapa menurut kebutuhann-kebutuhanya.’[ib.344]
Jadi menurut Lenin negara jelas masih akan diperlukan
unutk waktu yang sama. Pandangan ini menunjukkan bahwa Lenin memahami negara
pada hakikatnya sebagai aparat penindas.”Negara itu pengorganisasian khusus
paksaan; negara adalah pengorganisasiankekerasan demi penidasan salah satu kelas.
Gagasan darai tradisi Aris toteles dan Hegel menyatakan bahwa negara juga
merupakan sesuatu yang pada hakikatnya
positif, sebuah tatanan rasional yang ditaati karena sesuai dengan
kebutuhan dan rasionalitas para warga, dimana ancaman penindasan hanya sebagai
penunjang. Gagasan seperti itu benar-benar asing bagi Lenin. Paham negara berat
sebelah semata-mata sebagai alat penindas itu kiranya dapat menjelaskan ketidakmampauan komunisme untuk mewujudkan
pola kenegaraan, termasuk aparat pemaksa (yang memang kiki bagi negara),yang
rasional dan berwibawa berdasarkan pengakuan masyarakat dan bukan hanya
berdasarkan daya ancamnya.
Lalu negara macam apa yang masih diperlukan sesudah
revolusi sosialis? Disini Lenin dengan sangat tajam melawan pandangan Karl Marx
Kautsky. Melawan “ demokratisme” kaum sosialdemorat tadi kautsky memang
mempertahankan bahwa sosialisme hanya dapat diciptakan lewat revolusi, akan
tetapi revolusi sosialis itu dipahami secara politis dalam arti bahwa melalui
revolusi proletariat sekedar merebut kekuasaan negara, negara borjuis, lalu
memakai kekuatan negara itu untukl mendirikan sosialisme. Jadi aparat negara
sendiri dibiarkan berjalan terus, yang diganti adalah pemerintah. Sama seperti
setiap pemerintahan demokratis, pemerintah yang dipegang oleh proletariat akan
menciptakan struktur-struktur sosialis melalui undang-undang.
Tetapi, menurut Lenin, membebaskan kaum buruh dan
menmbangun sosialisme dengan memakai negara borjuis adalah mustahil. Soalnya,
sesudah proletariat merebut kekuasaan, negara borjuis masih tetap dikendalikan
oleh birokrasi lama yang akan menggagalkan segala usaha untuk betul-betul
menjatuhkan kekusaan borjuasi. Karena itu, tidak cukup lah kalau negara borjuis
hanya dikuasai, dia harus dihancurkan. Tegas-tegas Lenin menyatakan bahwa
menurut Karl Marx “ kelas pekerja harus membongkar, menghancurkan’ aparat
negara siap pakai’ dan tidak hanya membatasi diri untuk menguasainya”. Kata
menghancurkan terus- menerus diulang-ulang Lenin. “ Revolusi proletariat tidak
mungkin tanpa penghancuran paksa aparat negara borjuis dan tanpa penggantianya
oleh aparat negara baru yang menurut kata-kata Engels ‘ sudah bukan negara
dalam arti yang sebenarnya”.karena itu, perlu langsung menghancurkan aparat
birokrasi lama dan membangun aparat baru”. Dan terhadap pendapat Kautsky bahwa
pemerintahan pasca revolusi pun memerlukan keahlian departemen-departemen
negara lama, Lenin bertanya: “ mengapa departemen-departemen tidak dapat
digantikan oleh, katakan, komisi-komisi orang spesialis yang bekerja dibawah
soviet-soviet, deputi kaum buruh dan serdadu yang berdaulat, maha kuasa?
Jadi tujuan langsung revolusi sosialis adalah
penghancuran negara borjuis, tetapi, berbeda dengan harapan naif kaum anarkis,
tidak untuk menghilangkan negara sama sekali, melainkan untuk langsung
membentuk negara penindas baru ditangan proletariat. Dengan kata lain, hasil
revolusi sosialis adalah kediktatoran
proletariat.
Istilah kediktatoran proletariat berasal dari Karl Marx
(dalam kritik dan progran ghota). Marx tidak memberi banyak keterangan, tetapi
maksudnya cukup jelas. Dalam tahap langsung sesudah revolusi sosialis sisa
kapitalisme masih merupakan ancaman terhadap kemenangan sosialisme. Maka kaum
buruh yang baru saja merebut kekuasaan negara perlu memakai kekusaaan itu untuk
merebut segala usaha kaum kapitalis untuk berkuasa kembali. Begitu ancaman sisa
kapitalisme tidak ada lagi, kediktatoran proletariat dengan sendirinya berakhir
pula karena tidak ada yang perlu didiktatori lagi.
Inilah paham yang dipakai oleh Lenin untuk melegimitasikan
pemakaian kekerasan oeh negara komunis sesudaha revolusi sosialis. Apa itu
kediktatoran proletariat dijelaskan Lenin dalam polemiknya “ Revolusi proletar
dan Renegat Kautsky” dari tahun 1918, yang merupakan jawaban Lenin atas kritik
Kautsky terhadap sistem Soviet (dalam tulisannya Kediktatoran proletariat).
Dengan kata “kediktatoran” Lenin mau membuat jelas posisinya tentang negara
pasca revolusi. Untuk merampungkan penghancuran kapitalisme dan penciptaan
masyrakat sosialis, proletariat harus memegang kekuasaan negara. Yang mau
ditegaskan Lenin adalah bawa negara proletariat ini jangan dipahami menurut
demokratisme kaum sosialdemokrat di barat. “ Revolusi berarti bahwa proletariat
akan menghancurkan’ aparat administratif’ dan seluruh parat negara, dan
menggantikannya dengan aparat aru yang terdiri dari buruh-buruh bersenjata” [
Negara dan Revolusi, Lenin 1966,360]. Kediktatoran berarti bahwa prletariat
akan mengambil segala tindakan tanpa kenal ampun untuk menghancurkan segenap
ancaman dan perlawanan terhadap sosialisme.” Kediktatoran adalah kekuasaan yang
langsung berdasarkan paksaan, yang tidak terikat sama sekali pada
undang-undang. Kediktatoran revolusioner proletariat adalah kekuasaan yang
disebut dengan paksaan oleh proletariat dari borjuasi dan dipertahankan, sebuah
kekuasaan yang tidak terikat oleh undang-undang apapun “[Revolusi Proletar dan
Renegat Kautsky, Lenin II, 285].
Akan tetapi, siapa yang secara nyata harus menjalankan
kediktatoran proletariat? Adalah cukup menarik bahwa Lenin dalam Negara dan
Revolusi tidak membahas sedikit pun peran partai dalam negara pasca revolusi.
Dalam kenyataan, sesudah kaum Bolshevik merebut kekuasaan dalam Revolusi
Oktober, peran dewan buruh dan serdadu yang begitu penting didalamya justru
dimatikan. Tak pernah soviet-soviet itu menentukan segala-galanya secara
eksklusif dan diktatoris adalah Komite Sentral Partai. Dapat diperkirakan bahwa
dalam situasi yang pada permulaan masih sangat kacau, dimana kekuasaan komunis
masih terancam, harapan bahwa partai akan melepaskan kekuasaan dari tangannya
tidak realistik. Namun yang tragis adalah bahwa partai komunis kemudian tidak
pernah melepaskan monopoli kekuasaan itu. Begitu pula di semua Negara komunis
tanpa kecuali, kekuasaan selalu dijalankan secara sentral dan total oleh komite
sentral partai komunis, bahkan dalam kenyataan oleh polit bironya.
Akan tetapi, dalam negara dan revolusi sebenarnya
terdapat cukup banyak petunjuk bahwa lenin sebelum revolusi oktober sudah
menyadari bahwa kediktatoran
proletarian dalam kenyataan akan dijalankan oleh partai. Lenin selalu
menegaskan bahwa peralihan kesosialisme sesudah revolusi harus dipimpin oleh
proletariat: proletariat membutuhkan kekuasaab negara, paksaan terorganisasi
dan tersentralisasi, pengorganisasian kekerasan, demi tujuan penghabcuran
perlawaran para pengisap dan untuk tujuan memimpin masa besar rakyat- kaum
tirani, borjusi kecil, semi proletariat-dalam pekerjaan mengorganisasikan
ekonomi sosialis” (negara dan resolusi, Lenin 1966,288). Tetapi ia langsung melanjutkan
: “ dengan mendidik partai kaum buruh, Marxisme mendidik barisan depan
proletariat yang mampu untuk merebut kekuasaan dan untuk mengantar seluruh
rakyat kesosialisme, mampu untuk memimpin dan mengorganisasikan tatana baru,
untuk menjadi guru, pandu dan pemimpin semua [orang] yang bekerja dan
terekploitasi dalm tugas membangun kembali kehidupan sosial tanpa borjuasi dan
melawan borjuasi.
Disini sudah ada sindiran bahwa kediktatoran proletariat
dalam kenyataan akan merupakan kediktatoran partai diatas proletariat. Kalau
kita lalu membaca ucapan-ucapan tegas Lenin bahwa “ berjuta-juta buruh”harus”
dilatih dan ditertibkan “ bahwa” kita akan memasang disiplin keras, baja
didukung oelh kekuasaan negara para buruh bersenjata, maka munculnya
totalitarisme kekuasaan partai pasca revolusi tidak lagi kelihatan begitu
mengherankan. Lenin selalu melihat segala tugas sebagai masalah “pembuatan”,
jadi masalah teknis yang memerlukan kekuasaan. Sebagaimana kesadaran sosialis
harus dimasukkan kedalam proletariat dari luar, begitu pula tatanan sosialis
tidak tumbuh dari suatu kepentingan atau kecondongan dalam buruh
sendiri,melainkan harus diciptakan dari atas oleh partai yang menguasai teori
sosialisme ilmiah. Partai mewakili proletariat karena partai memiliki pengertian
ilmiah tentang sejarah dan sosialisme. Maka ia juga mengetahui apa yang harus
dibangun sesudah proletariat merebut kekusaaan dan bagaimananya. Sebagai
pasukan garis depan kelas buruh, partailah yang harus mengemudikan proletariat.
Karena itu kediktatoran proletariat dalam kenyataan harus dijadikan oleh
partai.
Bahkan ada tempat dimana Lenin bicara tentang “ kediktatoran partai”. Terhadap
kritik Kautsky dan kaum Sosialdemokrat Barat, Lenin menegaskan: “ apabila kami
dituduh endirikan kediktatoran sebuah partai...........maka kami mengatakan:
betul, kediktatoran sebuah partai! Kami mempertahankan itu, dan kami tidak
dapat meninggalkan dasar itu karena partai itu adalah partai yang selama
berpuluh-puluh tahun merebut kedudukan sebagai pasukan depan seluruh proletariat
indistri “Tidak mungkin massa buruh langsung menjadi mampu untuk menjalankan
negara.” Apakah setiap buruh tahu bagaimana memerintah negara? Orang-orang
praktek tahu bahwa itu sebuah ceritera utuk anak-anak.
Dalam masyarakat pasca revolusi pun selalu akan ada
pelbagai konflik. Konflik-konflik itu selalu harus diselesaikan oeh instansi
lebih tinggi, oleh partai komunis dan kalai masalahnya menyangkut hubungan
antara partai-partai komunis internasional, maka oleh komintern. Dalam
radikalisme kiri, penyakit kanak-kanak komunisme (1920), Lenin berpolemik
terhadap para pengkritik revolusi Soviet yang bertanya” kediktatoran partai
atau kediktatoran kelas? Menurut Lenin kelas-kelas sosial mana pun yang selalu
dipmpin oleh partai politik yang sendiri dipimpin oleh orang-orang yang paling
berwibawa dan berpengalaman. Maka “ seluruh omongan apakah’dari atas’ atau
‘dari bawah’apakh kediktatoran para pemimpin atu kediktatoran massa,dan
seterusnya, kelihatan sebagai omong kosong, menggelikan, kekanak-kanakan.
8.
Lenin dan Marx
Belum lama Lenin meninggal,Stalin sudah membukukan
ajaran-ajaranya sebagai “Leninisme”. Sebagai bagaian Marxisme-Leninisme,
Leninisme dengan demikian menjadi unsur kunci dalam sosok ideologis Komunisme
diseluruh dunia. Tidak berlebihan dikatakan bahwa hanya karena “ Leninisme”
Marxisme menjadi alat perjuangan sebagian besar dari gerakan-gerakan
revolusioner abad ke-20, dan tidak hanya masuk al-mari musem sejarah filsafat
sosial. Dan betul juga bahwa Komunisme, yang merupakan salah satu kekuatan
poitik abad ke-20 yang paling ditakuti, tidak akan ada tanpa Lenin.
Pertanyaan mengenai bagaimana sampai pemikiran seorang
Lenin, yang mengerahkan seluruh hidupnya demi pembahasan kelas-kelas tertindas
bisa menjadi bagian sebuah ideologi yang menjadi legitimasi bebrapa dari
kejahatan paling mengerikan dalam sejarah manusia, akan saya ajukan dalam
bagian terakhir buku ini. Disini saya membatasi diri pada pertanyaan: sejauh
mana pemikiran Lenin tentang revolusi masih dapat disebut “ Marxis”,artinya
dapat mengklaim sebagai pengembangan sah teori Karl Marx. Ada dua hal yang akan
saya pertanyakan : pertama paham partai kader, kedua pandangan Lenin tentang
kediktatoran proletariat.
Pertanyaan tentang partai dapat dirumuskan: kalau
kesadaran revolusioner proletariat tumbuh dari “ situasi kehidupannya,dari
kedudukannya dalam proses produksi, untuk apa masih diperlukan peran partai
dalam mewujudkan kesadaran itu? Tetapi kalau proletariat sendiri tidak dapat
mengembangkan kesadaran revoluisner, yang lalu harus dimasukkan kedalamnya oleh
partai, bukanlah proletariat tetap hanya sebagai objek kekuasaan, (kekuasaan
epistemis, kemuadian kekuasaan kepemimpinan politis) dan bukan sebagai
subjeknya, dan itu akan berarti bahwa keterasingannya, ketertundukkanya,
dibawah pihak yang lebih tahu dan lebih kuasa, berlangsung terus, alias
pembebasan proletariat justru gagal? Kerena pertimbangan itu Rosa Luxemburg
menolak argumentasi Lenin.
Tidak sulit untuk memperlihatkan bahwa konsepsi Lenin
tentang partai kader membabat pengertian kunci Marx muda tentang kesatuan
anatar teori dan praxis pada akarnya. Bagi Marx pemikiran filosofis merupakan
bagian dalam dialektika perjuangan yang memotori sejarah. Teori Marx bukan
produk pemikiran orang pintar yang kemudian dipakai untuk mengarahkan
perjuangan proletariat, melainkan ungkapan teoretis perjuangan itu sendiri. Apa
yang nyata-nyata dirasakan proletariat dalam kedudukannya sebagai kelas
tertindas, dirumuskan dalam dimensi teori oleh Karl Marx untuk dikembalikan ke
proletariat yang mengenalnya sebagai ungkapan konseptional realitasnya sendiri.
“tujuannya dan tindakan historis proletariat (apa yang dirumuskan dalam Marx
tentang Sosialisme,FMS) sudah digariskan
secara indrawi, tak terbantah dalam situasi kehidupannya maupun dalam seluruh
masyarakat borjuis sekarang”. Dalam konsepsi ini kesadaran proletariat tentang
sosialisme hanya dapat, dan memang akan, tumbuh dari perjuangannya.begitu
kesadaran sosialis-revolusioner dipisahkan dari perjuangan buruh sendiri dan
menjadi sesuatu yang harus dipompakan kedalamnya dari luar, seluruh gagasan ini
Marx tetang emansipasi manusia menguap. Manusia tetap terasing dari dirinya
sendiri, kekuatan-kekuatan hakikatnya”tetap”terpecah belah” dan buruh, dari
pada memiliki diri dan mengalami revolusi sosialis keutuhan dirinya, tetap
tergantung dari kekuatan diluarnya.
Dari perspektif Marx muda konsepsi Lenin menanamkan kembali diinti
teorinya apa yang mau dihapus denganya, yaitu ketergantungan dan ketertindasan
baru.
Akan tetapi masalah tidak sesederhana itu. Marx sendiri
tidak mempertahankan keterkaitan dialektis teorinya dengan praxis revolusioner
proletariat secara konsisten. Sebagaimana akan saya bahas dalam kaitan dengan
pemikiran Korsh,Marx, dalam obsesinya untuk membedakan pemikirannya dari apa
yag disebutnya “sosialisme Utopis” semakin memahanminya sebagai teori” ilmiah”
sosialismenya adalah “ sosialisme ilmiah” haisl penemuanya tentang hukum-hukum
perkembangan masyarakat objektif,yang oleh Engels, dengan persetujuan Marx
sendiri, diperbandingkan dengan teori evolusi Charles Darwin. Teori objektif
semacam itu tidak mempunyai kaitan internal dengan perjuangan kelas. Menurut
Jurgen Habermas, Marx jatuh kedalam “ salah satu positivistik” terhadap
teorinya sendiri. Akhirnya “materialisme historis” , nama resmi teori Marx,
menjadi “pandangan dunia ilmiah proletariat”. Teori itu bukan lagi proletariat
sendiri, melainkan teori “demi proletariat” yang lalu harus disosialisasikan
dudlu kedalamnya.
Dalam kenyataannya, seluruh Marxisme pasca- Marx, dan
bukan hanya Lenin, sama sekali lupa akan konsepsi Marx muda (yang kemudian
diangkat kembali oleh lukacs dan Korsh). Penegasan Marx tentang kaitan antara
teori tentang revolusi sosisalis dan perjuangan praktis proletariat sudah lama
diabaikan. Pengertian Marxisme sebagai”teori yang sudah benar tentang
hukum-hukm perkembangan kapitalisme” pada abad ke-19 menimbulkan perbedaan
serius dikalangan kaum Marxis. Bagaimana kenyataan yang semakin tidak terbantah
ini harus dijelaskan, yaitu kapitalisme dunia bukannya semakin rapuh sebagimana
diramalkan oleh Marxisme, melainkan semakin jaya? Berhadapan dengan masalah ini
muncul empat posisi: (1) Eduard Bernstein berpendapat bahwa Marxisme, seperti
setiap teori ilmiah, harus “direvisi” sesuai dengan tingkat pengetahuan baru
yang lebih memadai. Ia menarik kesimpulan bahwa transisi dari kapitalisme ke
sosialisme bisa terjadi, secara demokratis, tanpa revolusi, langkah kecil demi
langkah kecil. “Revisionisme” ini dikutuk oleh tiga posisi lainnya. (2) Karl
Kautsky, si penjaga “ Marxisme ortodoks” mempertahankan bahwa revolusi sosialis
adalah keharusan sejarah akibat niscaya kontradiksi-kontradiksi internal
kapitalisme, tetapi menolak segala usaha revolusioner sebelum kapitalisme
sendiri sudah “matang”. Artinya masuk kedalam krisis akhir. (3) Rosa Luxemburg
sependapat dengan Kautsky, tetapi mencela keras penolakannya terhadap usaha
revolusioner buruh. Kesadaran revoluisoner adalah syarat mutlak keberhasilan
revolusi sosialis, dan kesadaran itu harus dan akan berkembang dalm kelas buruh
sendiri sebagai hasil buah dari pengalaman perjuangan ekonomis maupun politis
revolusioner mereka. (4) Lenin sependapat dengan Luxemburg bahwa tidak ada
revolusi tanpa ada kesadaran revolusioner kelas buruh, tetapi menyangkal
anggapan luxemburg bahwa kesadaran kaum revolusioner kaum buruh akan berkembang
secara spontan sebgai naif. Dengan sendirinya kelas buruh tidak bisa melampaui,
kesadaran serikat buruh. Hanaya dibawah pimpinan sebuah partai kader
revolusioner kelas buruh dapat membentuk kesadaran teoretis benar yang akan
membuat mereka melaksanakan revolusi sosialis (anggapan mana segera ditolak
Luxemburg sebagai “Blanquisme”).
Yang mencolok disini adalah betapa dekat posisi dua orang
yang paling berlawanan, Lenin dan Bernstein. Kedua-duanya berpendapat bahwa
kaum buruh sendiri tidak revolusioner. Yang berbeda hanyalah kesimpulan yang
mereka tarik. Bernstein bertolak dari kenyataan bahwa kaum buruh tidak
revolusioner dan karena itu melepaskan anggapan Marx bahwa sosialisme hanya
dapat tercapai melalui revolusi. Lenin, sebaliknya, bertolak dari perlunya
revolusi dan karena itu menggagagaskan partai revolusioner yang bertugas
menggiring kaum buruh yang sebenarnya tidak revolusioner ke revolusi itu.
Karena bagi Lenin revolusi bukan lagi hal yang tak terelakkan,revolusi
tergantung dari adanya kehendak revoluisoner. Karena itu, Marxisme Lenin
bersifat voluntaristik. Lenin menghendaki revolusi. Bernstein tidak.itulah
perbedaan mereka. Keduanya menolak otomatisme revolusi Kautsky maupun Luxemburg
konsepsi mereka berdua yang sangat jauh dari Karl Marx ini oleh sejarah
kemudian dibuktikan realistik, karena yang akhirnya menjadi kenyataan adalah
sosialdemokratisme reformasi keturunan Bernstein yang menjadi salah satu
sokoguru”demokrasi Barat” dan Komunisme yang dibidani Lenin.
Begitu kaum Bolshevik merebut kekuasaan di Russia, Lenin
melakukan apa yang sudah diantisipasinya dalam tulisannya Negara Dan Revolusi
(1917): atas nama kediktatoran proletariat ia menghapus hak-hak demokratis
masyarakat dan secara sistematik memakai teror untuk menghancurkan segala
perlawanan. Ia yakin bahwa adanya melaui kediktatoran kelas buruh dapat
mempertahankan kekuasaan yang diperlukan untuk membangun sosialisme. Sebagai
akibanya, gerakan sosialis sedunia pecah kedalam dua kubu: pertama, sosialisme
demokratis yang menolak kediktatoran komunis dan meyakini hak-hak asasi manusia
sebagai dasar kehidupan bersama masyarakat yang etis:kedua, partai-partai
komunis yang memecahkan diri dari partai-partai sosialis demokratis dan
menempatkan diri dibawah payung Komintern. Sejauh nama Lenin berhak
mengatasnamakan paham Karl Marx tentang kediktatoran proletariat?
Sebagaimana sudah diuraikan diatas, Marx tidak pernah
memikirkan kediktatoran proletariat sebagai keadaan semi permanen yang bisa
berjalan selama berpuluh-puluh tahun sebagaimana diantisipasi Lenin.
Pengandaian Marx dan Lenin sama sekali berbeda. Menurut Marx revolusi sosialis
baru mungkin dilaksanakan apabila yang berhadapan dengan segelintir pemilik
modal. Proletariat memang untuk sementara waktu harus menjalankan kediktatoran
keras untuk menindas usaha dari sisa-sisa kaum kapitalis untuk bangkit sekali
lagi. Tetapi, begitu usaha itu ditumpas, masyarakat yang seluruhnya terdiri
atas pekerja tidak mempunyai “ musuh kelas” lagi dan karena itu aparat penindas
negara tidak diperlukan lagi.
Situasi Lenin saam sekali lain. Di Russia kelas buruh
industri yang merebut kekuasaan dalam Revolusi Oktober merupakan minoritas
kecil diantara kelas-kelas lain (kelas tani, borjuasi, dan kaum feodal).
Kelas-kelas itu, mayoritas besar bangsa Russia, menentang mati-matian monopoli
kekuasaan kaum Bolshevik dan pemaksaan sosialisme. Jelaslah bahwa dalam situasi
itu hanyalah penindasan tanpa ampun, kediktatoran tanpa kompromis,yang dapat
menyelamatkan sosialisme. Begitu pula, hanya kediktatoran total yang akn mampu
menciptakan sosialisme dalam masyarakat dimana mayoritas kelas sosial, dan
bahakan sebagian proletariat yang masih “diracuni” oleh semangat serikat
buruh”melawan. Hanya dengan menindas segala perlawanan dan melalui
tindakan-tindakan diktatoris sosialisme akan dapat dibangun dan kelas-kelas
yang berbeda lama-kelamaan dileburkan menjadi satu kelas pekerja. Mengingat
keterbelakangan Russia, pembangunan sosialisme,dan karena itu kediktatoran
proletariat yang dilaksanakan oleh partai komunis, akan berlangsung
berpuluh-puluh tahun lamanya.
Tentu saja, argumentasi ini tidak dapat dibantah. Yang
menjadi salah satu masalah adalah apakah masuk akal memaksakan sosialisme
apabila prasyarat yang dianggap menentukan oleh Marx, yaitu proletariat seluruh
masyarakat, sama sekali belum terjadi? Itulah sudut balik voluntarisme Lenin
yang menggantikan dialektika keharusan sejarah dengan tekad revolusioner
partai. Bukankah Lenin, dengan bersedia memaksakan sosialisme dalam situasi
dimana sebagian besar masyarakat belum siap, sudah salah sejak semula? Bak
orang naik harimau tidak bisa lagi turun, begitulah sosialisme Lenin. Alih-alih
menjadi kebutuhan organik masyarakat sendiri,sosialisme Lenin mau dipaksakan
dari atas oleh partai. Sosialisme seperti itu selalu akan melahirkan perlawanan
baru yang hanya dapat ditindas dengan kediktatoran yang lebih keras lagi.
Alih-alih melahirkan “ kerajaan kebebasan” (Engels), sosialisme komunis Lenin
itu menjadi penjara terbesar dunia.
9.
KARIR
POLITIK
Rusia
adalah negara petani, salah satu negara Eropa paling tertinggal. Sosialisme
tidak dapat langsung di sana. Akan tetapi, karakter petani negara itu, dan
kepemilikan tanah yang luas oleh para tuan tanah, boleh jadi, dilihat dari
pengalaman tahun 1905, memberi lingkup yang luar biasa luas bagi revolusi
demokrasi Borjuis di Rusia, dan menjadikan sebagai pengantar dan langkah awal menuju revolusi
sosialis dunia. Berkat pengalaman tahun 1905 serta musim semi 1917, seperti
dikemukakan Lenin Parta Komunis dibentuk dan menyatakan perang terhadap
partai-partai lain. Kami akan berjuang demi gagasan itu.
Lenin
memiliki tujuan yang pasti dibandingkan Marx dalam merealisasikan konsep
komunisme, yakni merebut kekuasaan dinegerinya (Uni Soviet) dengan melakukan
perubahan radikal dalam struktur politik, sosial, dan ekonomi. Berbeda dengan Marx, ia lahir di abad 19,
tetapi sikapnya lebih kepada pemahaman akan pertumbuhan mengenai keunggulan dan
kematangan yang terjadi di abad 20. Ia percaya kepada keunggulan politik atas
ekonomi, tidak semata berakar dari penafsirannya mengenai sejarah dari segi
ekonomi, lebih dari itu didasari juga atas prasangka yang khas abad-19 bahwa
kepercayaan yang tidak terbatas akan kekuatan ekonomi. Ia mengerahkan sebagian
dari kekuatan revolusionernya untuk membangun suatu peralatan organisasi dalam
zaman Tsar Uni Soviet. Betapa pun ia menetap selama 17 tahun di Swiss, ia
secara intens melakukan hubungan yang erat dengan kegiatan harian kelompok
Bolshevik yang dipimpinnya.
10. POLITIK
Gagasan
Marx dengan bungkusan ilmiahnya mengenai pembebasan manusia dari keadaan tertindas
dengan aksi revolusioner memang menjadi magnit kuat dikalangan kelompok
radikal. Bahkan Das Kapital, karya
Marx yang penting telah diterjemahkan ke dalam bahasa Uni Soviet sebelum ke
bahasa lain. Lenin, merupakan di antara pengikut Marx yang secara teoritis
sekaligus politikus yang cerdas dan berhasil.
Apa
yang menjadi gagasan Lenin mengenai bagaimana menerapkan teori Marx dalam
interpretasinya yang lebih praktis itu, benar-benar dioperasionalisasikan
secara politik praktis. Pada tahun 1917, saat pemerintahan Kerensky terbentuk sebagai hasil revolusi Maret
dengan memperlihatkan tanda-tanda untuk mengadakan perubahan politik seperti
yang diwujudkan oleh golongan Borjuis di Eropa Barat, Lenin dengan tegas
menolaknya. Dengan semboyannya: “ia memperjuagkan cita-citanya ini. Akan
tetapi, revolusi Oktober 1917 berhasil, Lenin menjadikan kediktatoran proletar
dan petani itu menjadi kediktatoran partai. Partai memegang posisi kunci di
atas segala-galanya, bukan semata partai dari kelas proletar, melainkan lebih
penekanan kepada golongan komunis, jadi bukan lagi menjadi masalah kelas yang
diutamakan, melainkan partainya. Lenin adalah tokoh komunis yang lebih
merasakan kenyataan bahwa di tahun-tahun awal (setidaknya) setelah usai
revolusi Oktober 1917 bahwa yang mewujudkan masyarakat komunis, membagun
struktur kenegaraan yang baru, tidaklah mudah dan tidak semudah apa yang
dikonsepkan oleh Marx. Lenin menulis bahwa bila kekuasaan itu berada ditangan
dictator proletar, aparat pemerintahan yang ruwet (dengan segala hierarki,
pembagian dan susunan) tidak akan diperlukan. Tingkat pengetahuan akan sangat
menolong dalam hal ini.
Ia
juga berseberangan dengan konsep Marx yang mengatakan dibeberapa negara secara
politik sudah maju revolusi tidak perlu terjadi. Lenin dalam State and Revolution (1918), sebagai
sebab risalah politik yang terkenal menegaskan bahwa menjelang tahun 1917,
“pengecualian yang dibuat oleh Marx ini tidak berlaku lagi”. Ia dalam konteks
memandang negara-negara Barat yang telah maju, tetapi dimata Lenin tidaklah
demikian, apa yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat antara tahun 1872
sampai 1917 bertentangan dengan dogma Lenin. Bagi Lenin berpendirian bahwa
revolusi Borjuis di Rusia akan menjelma menjadi revolusi Sosialis, ia
berpendirian baha revolusi tidak terputus-putus, dari brosurnya “Dua Taktik” (1905)
dan dari artikelnya yang terkenal: “Sikap Sosial Demokrat terhadap Gerakan
Tani” dalam tahun 1905, dengan tegas mengatakan bahwa kita menyetujui revolusi
yang tidak terputus-putus dan kita tidak akan berhenti di tengah jalan.
Ia
tidak mengakui bahwa Inggris dan Amerika Serikat telah bergerak menuju
demokrasi politik dan sosial yang lebih luas sejak 1872, bahkan malah dia tetap
mempertahankan pendapat bahwa kedua negara itu telah menjadi semakin menindas,
otoriter, dan plutokratis. Konsep Lenin, mengenai diktator mengandung arti yang
lebih bersifat politik yakni diktator komunis dan kaum proletariat, sebab ia
meragukan kaum buruh memiliki pemahaman politik atau kemampuan organisasi yang
sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menjamin eksistesi dan perluasan suatu
negara komunis.
Ekspansi
Ideologis Menembus Pakem Marxisme. Lenin, lebih melihat persoalan komunisasi
masyarakat dan negara lebih menitikberatkan sudut pandangan politik (bukan
ekonomi sebagaimana Marx). Oleh karena itu, tugas utama kaum revolusioner
profesional adalah menyerang dan menghancurkan sistem sosial dan politik yang
ada dalam kondisi yang paling lemah, yakni di sejumlah negara berkembang yang
perekonomiannya belum maju seperti di Eropa Timur, Amerika Latin, kawasan Asia,
dan Afrika. Ini berarti bagi Lenin tidak harus revolusi dilancarkan sampai
kapitalisme itu matang, sebagaimana dilakukannya di Uni Soviet. Untuk ekspansi
ideologis dalam rangka perluasan pengaruh diperlukan kekuatan yang relatif
kecil, tetapi berdisiplin tinggi serta terorganisasi dengan baik, kekuasaan
dapat direbut dari aparat sistem yang ada. Ia mengemukakan: “Berikan kepada
kami sekelompok kaum revolusioner, dan kami akan menguasai seluruh Uni Soviet”.
Tampaknya Lenin mengambil pandangan yang agresif, ekspansif serta mendunia,
setelah keberhasilan revolusi Oktober lalu, Uni Soviet akan menjadi basis dan
pusat, tempat dimulainya perekayasaan revolusi komunis di negara lain.
Demokrasi
Marxis-Leninisme. Suatu negara demokrasi yang dibangun atas penjabaran konsep
Marxisme yang dikembangkan oleh Lenin ketika membentuk negara sosialis
komunisme di Uni Soviet (kini Uni Soviet). Dalam membangun struktur politik dan
kenegaraan, pemerintahannya dikendalikan oleh segelintir orang yang memiliki
kedudukan berpengaruh dan strategis (elite). Ini dikenal dengan vanguard dalam terminologi komunis;
kelompok terdidik; paling revolusioner, memiliki kesadaran kelas yang tinggi
serta cita-cita komunisme berperan sebagai agen transformasi sosial dan
penggerak revolusi komunis. Tanpa vanguard
cita-cita komunis merupakan konsep idealis yang tidak akan terwujud dalam
kenyataan politik. Elite itu bergabung dalam partai dinamakan sebagai
politbiro.
Dalam
demokrasi Marxisme-Leninisme ini memiliki ciri-ciri yang meliputi:
Pertama, negara
merupakan penentu dan yang mengatur segala aspek kehidupan yang berlaku dalam
masyarakat.oleh sebab itu, yang dinamakan kebebasan baik bersifat individu,
lembaga sosial, agama dan ekonomi sampai kepada politik tidak ada. Demikian
pula dalam soal hak pemilikan bersifat pribadi maupun kelompok dan institusi
swasta sangatlah dibatasi secara ketat. Kedua,
dalam kegiatan ekonomi selain hak pemilikan individu, kelompok dan swasta
sangat dibatasi secara ketat, hal lain sistem ekonomi yang diberlakukan bukan
berdasarkan ekonomi pasar (anti pasar; dengan catatan penulis telah ada
pengecualian dalam perkembangan di negara sosialis komunis dewasa ini). Harga
dari suatu produksi barang kita lempar ke pasar, negaralah yang menentukan
bukan yang melakukan transaksi. Ketiga, tidak
adanya kompetisi politik yang didasarkan artisipasi politik yang tumbuh dari
kekuatan kelompok masyarakat sebab partai yang diberlakukan dan diakui hanya
satu yang dikenal sebagai sistem partai tunggal (single party atau one party)
sistem, dan tidak berlakukanya kebebasan berserikat dalam politik yang di luar
partai komunis yang berlaku. Demikian pula dalam soal kebebasan pers dan
kebebasan mengemukakan pendapat merupakan barang yang asing dalam kultur
kehidupan demokrasi ala Marxisme-Leninisme. Hal yang legal dalam politik hanya
berlaku yang dating dari penguasa pengendali utama partai, di luar itu
merupakan tindakan ilegal bahkan dianggap subversi politik.
Dapat dikatakan demokrasi Marxisme dan
Leninisme itu merupakan wujud pembentukan negara yang kuat, negara yang stabil
dalam politik namun tidak ada pengakuan adanya dalam keberagaman aspirasi,
bersifat mobilisasi politik baik suka rela atau tidak rela. Ini yang dikatakn
oleh Antonio Granci, dengan keberhasilan Lenin membentuk negara komunis pertama
itu telah terjadi penyimpangan mendasar dalam penerapan konsep-konsep demokrasi
Marx. Sebab Antonio Granci, sosok tokoh komunis dari Italia menyebut Revolusi
Bolshevik 1917 sebagai Revolusi against
Das Capital.
Gagasan Ekonomi Baru. New Economic Policy, adalah gagasan Lenin yang memperkenalkan
pemilikan perorangan secara terbatas. Tujuan utama kebijaksanaa ini adalah
mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian, bengkel pabrik dengan tetap
menerapkan insentif efisien dan laba dari system kapitalis. Ini dilakukan selama
7 tahun, ini dilakukan untuk member ruang kepada para penguasa baru
mengkonsolidasikan kekuasaannya secara lebih efektif serta memberikan kepada
rakyat Uni Soviet semacam ilusi sementara bahwa gonggongan komunisme lebih
buruk daripada giginya. Hal ini dilakukan oleh Lenin dengan melihat akibat
Perang Dunia II serta perang saudara mempersulit pembaruan sosial yang segera,
dan bila konsep prinsip komunis segera diterapkan dapat menimbulkan kelaparan
bagi rakyat Uni Soviet.
Dengan
demikian jelaslah, bahwa negara adalah badan pelaksana kelas penguasa dan bahwa
kelas penguasa telah hilang, kelas-kelas baru timbul. Jilas menulis buku The New Class (Kelas Baru), ia
menekankan bahwa tidaklah cukup banyak mensosialisasikan alat-alat produksi.
Anda dapat memiliki pemerintah yang menguasai alat-alat produksi, tetapi Anda
masih dapat juga memiliki kelas-kelas. Trostky, ketika menyerang Stalin
mengatakan bahwa seperti seorang laksamana yang berkata kepada seorang kelasi:
“Kapal ini adalah milik negara, jadi milik bersama kita berdua menggunakannya.
Saya (jelas Laksamana) di kabin kelas satu di atas dan saudara di kabin kelas
empat itu. Sang Laksamana tetap merupakan anggota suatu kelas lain sekalipun
dia ataukah negara yang memiliki kapal tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lenin,
adalah nama singkat yang lebih populer dari valadimir ilyich ulyanov. nama Lenin sebenarnya adalah sebuah
nama samaran dan diambil dari nama sungai Lena, di Siberia. Ia
lahir pada tanggal 22 april 1870 di simbirsk.
Ia adalah seorang revolusioner komunis rusia, pemimpin partai Bolshevik,
Perdana mentri Uni Soviet pertama, Kepala Negara de facto pertama Uni
Soviet dan pencipta paham Leninisme.Lenin merupakan salah satu
tokoh yang berpengaruh di dunia. Lebih dari itu. Sesudah selama 15 tahun digembleng
oleh Lenin, kaum Bolshevik melaksanakan revolusi itu. Lenin adalah pendiri Uni
Soviet, Negara sosialis pertama didunia. Hanya 30 tahun kemudian Uni Soviet
sudah menjadi Negara adi kuasa kedua didunia dan pusat sebuah gerakan yang
kehadiranya menjadi tantangan di seluruh dunia. Pada puncaknya komunisme
berkuasa dalam 18 negara yang mencakup sepertiga umat manusia.
Waktu
Komunisme Soviet ambruk, 74 tahun sesudah revolusi oktober, sistem yang
didirikan oleh Lenin menjadi simbol sistem kekuasaan totaliter ideologis tanpa
tata dalam sejarah umat manusia. Para penulis “ Buku Hitam Komunisme “
memperkirakan bahwa ada lebih dari seratus juta orang mati Karena penindasan
komunis, dengan tidak menghitung para korban Perang Dunia II dan perang-perang
lain.
B.
Saran
Penulis menyadari dengan sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari apa yang dikatakan sempurna dan mungkin tidak
dapat memenuhi kehendak semua pihak. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat konstruktif dari semua pihak
terutama sekali bagi mereka yang concern terhadap
cara berfikirnya manusia. Mudah-mudahan atas saran dan kritikan konstruktif
dari berbagai pihak, pada saatnya dapat diwujudkan dalam bentuk makalah yang
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Syam, Firdaus, 2007, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi, Dan Pengruhnya
Terhadap Dunia Ke 3, Jakarta : PT. Bumi Aksara
Magnis,Frans Dan Suseno, 2005, Dalam
Bayang-Bayang Lenin: 6 Pemikir Marxisme Dari Lenin Sampai Tan Malaka, Jakarta :
PT. GramediaPustaka Utama
http://id.wikipedia.org/wiki/Vladimir_Lenin